Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang dermawan (as-sakhi) itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.
Adapun orang pelit (al-bakhil) jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dan dekat dengan neraka.
Sesungguhnya orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada ahli ibadah yang pelit.” (HR At-Tirmidzi)
•┈•••
Jangan sepelekan sifat dermawan. Sesungguhnya, Allah Ta’ala menyandingkan kedermawanan dengan ketakwaan dan pembenaran akan balasan terbaik, yaitu surga.
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS Al-Lail, 92:5-7)
Dalam ayat ini tidak disebutkan apa yang diberikan serta banyak atau sedikitnya yang diberikan. Karena, yang lebih penting adalah hadirnya jiwa kedermawanan yang menjadikan seseorang terbebas dari sifat kikir yang diperturutkan.
Ketika hati seseorang telah dipenuhi kedermawanan, kebaikan akan menaunginya. Allah Ta’ala akan menyayanginya. Malaikat memohonkan doa untuknya. Manusia jatuh hati kepadanya. Bahkan, hewan-hewan ikut pula menyayanginya.
•┈•••
Mengapa Allah Ta’ala begitu mencintai Ibrahim Al-Khalil? Satu di antaranya adalah karena beliau sangat gemar menjamu tamu. Beliau tidak akan makan kecuali mengajak orang lain untuk membersamainya.
Itulah mengapa, mengutip perkataan Al-Ustadz Ahmad Syahrin Thoriq, Lc. di antara sebab terlindungnya jasad Ibrahim dari panasnya api saat dibakar adalah karena kebiasaannya menaungi orang miskin dari panasnya lapar dan sengatan terik matahari.
Maka, Al-Manshur mengatakan bahwa kedermawanan merupakan amal yang paling agung. Karena itu, dia menjadi ciri akhlaknya para nabi.
Disebutkan pula, “Dunia dan akhirat adalah miliknya orang dermawan. Maka, jadilah orang dermawan, niscaya engkau akan mendapatkan keduanya.” (Siyasat Namah, Syed Ragheeb Husain)
•┈•••
Mengapa Allah Ta’ala mengabadikan nama Imam Syamsuddin bin Al-Munir Al-Ba’li Asy-Syafi’i di dalam hati manusia, terkhusus yang hidup sezaman dengannya?
Terkait Ibnu Munir, Najmuddin Al-Ghazi menceritakan salah satu kebiasaan sang imam.
Dalam kesehariannya, Ibnu Munir kerap menjaga tokonya di Ba’labak. Setiap hari dia menyisihkan sejumlah uang, baik itu dinar, dirham maupun uang recehan, dari keuntungan jualannya. Uang-uang ini kemudian dia masukkan ke dalam dedaunan yang dilipat.
Daun-daun ini disimpan di sebuah wadah di dekat tempat duduknya. Jika ada fakir miskin lewat dan berhenti di depan tokonya, dia akan memberikan daun-daun itu sekenanya. Dia tidak melihat daun yang diambil dan tidak pula melihat orang miskin yang diberi. (Kawākib Al-Sā’irah) *
Semoga informasi ini bermanfaat ya
Ingin berlangganan Tausiyah Harian dari Team Tasdiqul Quran?
HUBUNGI CHAT WA : 0812.2367.9144
Informasi Program Kunjungi Situs Resmi Kami :
www.dompetamal.com
www.blog.dompetamal.com no
www.news.dompetamal.com
www.tasdiqulquran.or.id