Setiap shalat kita senantiasa berjanji bahwa sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah. Jujurkah perkataan ini atau hanya sekadar basa basi?
Kejujuran dan ketulusan kita dalam menaati Allah tentu saja harus dibuktikan dalam laku keseharian yang nyata. Satu di antaranya adalah membangun komitmen untuk melakukan “transaksi” dengan Allah setiap hari.
Dengan cara apa? Yaitu melalui sedekah, bacaan Al-Quran, dan shalat dua rakaat pada waktu malam.
Terkait hal ini, Ibnu Atha’ilah, dalam Tâjul ‘Arûs: Rujukan Utama Mendidik Jiwa (hlm. 408) menuliskan:
“Ketika matahari menyingsing, pastikan engkau telah berniaga dengan Allah. Maka, (1) bersedekahlah setiap hari walau seperempat dirham agar engkau tercatat sebagai bagian dari ahli sedekah. (2) Bacalah Al-Quran setiap hari walau hanya satu ayat agar engkau tercatat ke dalam golongan pembaca Al-Quran.
Dan, (3) shalatlah walau hanya dua rakaat (pada waktu malam) agar engkau tercatat sebagai ahli shalat malam.
Janganlah engkau katakan, ‘Kalau hanya memiliki makanan untuk satu dua hari, bagaimana bisa bersedekah?’ Ingatlah akan firman Allah Ta’ala:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS Ath-Thalâq, 65:7).
Sesungguhnya, perumpamaan orang miskin yang engkau beri sedekah bagaikan tunggangan yang kelak membawakan bekalmu menuju akhirat.”