Hidup ini penuh dengan pertanda. Kala diberi kelapangan rezeki, itu tandanya kita harus banyak berbagi dan beramal dengan kelapangan itu. Kala diberi kesempitan rezeki, itu tandanya kita harus banyak tobat, bersabar, dan lebih serius menjemput rezeki yang telah ditebar-Nya.
Tidaklah Allah Ta’ala menakdirkan satu kondisi kepada hamba-Nya, kecuali Dia ingin, dengan sebab kondisi itu, sang hamba semakin dekat dengan-Nya sehingga dia layak mendapatkan aneka karunia terbaik dari-Nya.
Ini pula yang terjadi manakala seorang hamba ditimpa ujian yang tidak mengenakan dalam hidup.
Maka, Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. pernah ditanya oleh seseorang, “Wahai Khalifah, bagaimana agar aku dapat membedakan antara ujian dan hukuman Allah di dalam hidupku?”
Beliau menjawab, “Hukuman adalah apabila engkau ditimpa musibah, kemudian dirimu semakin jauh dari Allah. Adapun ujian adalah manakala engkau ditimpa kesusahan dan engkau semakin dekat dan rapat kepada Allah.”
Terkait hadirnya ujian dalam hidup dan aneka kebaikan yang terkandung di dalamnya, kami kutipkan sejumlah kalam ulama sebagai inspirasi dan pemotivasi diri.
Ujian kepahitan adalah salah satu jalan tol untuk menuju gerbang surga. Dengan ujian inilah Allah berkenan menghapuskan tumpukan dosa dan menganugerahkan limpahan pahala.
Ada satu nasihat dari Mbah Moen (KH Maimoen Zubair), “Jangan pernah meremehkan kebaikan. Bisa jadi seseorang masuk surga bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang shalat malamnya. Akan tetapi, bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ketika musibah datang melanda.”
Maka, berprasangka baiklah kepada Allah Ta’ala atas apapun yang menimpa diri walau tampak tak enak. Sesungguhnya, senantiasa berprasangka baik kepada Allah Ta’ala adalah awal dari hadirnya aneka kebaikan dalam hidup.
“Janganlah membenci sesuatu yang Allah pilihkan untukmu. Sebab setiap musibah pasti dibalas, setiap sakit akan diganjar, setiap kehilangan pasti diganti, setiap sabarmu pasti dihargai. Kebaikan tidak datang kecuali setelah kamu berprasangka baik,” demikian di antara nasihat dari Syeikh Abdul Aziz bin Baz.
(03)
Dan ingatlah, seburuk-buruk dan seberat-berat musibah bukan pada hilangnya harta, kesehatan, hilang atau berkurangnya kenikmatan dunia. Musibah terbesar adalah saat hilangnya nikmat iman dari dalam diri.
Al-Habib Salim bin Abdullah Assyatiri mengatakan, “Musibah terbesar bagi seorang Mukmin adalah ketika dia tidak bisa merasakan nikmat beribadah kepada Allah karena urusan duniawi. Maka, janganlah engkau terjerumus ke dalam belenggu cinta dunia (yang melalaikan).”
Karena hidup adalah medan ujian, tempatnya kesusahan dan ketidaknyamanan, seorang Muslim layak untuk membawa sebanyak mungkin bekal kesabaran. Sehingga, semua kebaikan dari hadirnya ujian bisa didapatkan dan keburukannya bisa dihilangkan.
Ini sebagaimana dipesankan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani kepada putranya, “Wahai Ananda, sesungguhnya musibah tidak datang untuk membinasakanmu. Sesungguhnya, dia datang untuk menguji kesabaranmu dan imanmu.” (Zâdul Ma’ad, 2/102)
Semoga informasi ini bermanfaat ya
Ingin berlangganan Tausiyah Harian dari Team Tasdiqul Quran?
HUBUNGI CHAT WA : 0812.2367.9144
Informasi Program Kunjungi Situs Resmi Kami :
www.dompetamal.com
www.blog.dompetamal.com
www.news.dompetamal.com
www.tasdiqulquran.or.id