Ada berjuta kisah di muka bumi ini. Namun, tiada yang paling baik, paling bermakna, lagi paling menggugah jiwa dan menajamkan akal selain kisah-kisah yang diabadikan dalam Al-Quran.
Bagaimana tidak, dalam setiap detailnya, entah berupa penggambaran sikap, ucapan, atau perbuatan, terkandung aneka pelajaran yang sangat tinggi nilainya. Salah satunya adalah kisah para nabi yang Allah Ta’ala abadikan sebagai ibrah bagi mereka yang mau mempergunakan akalnya.
Para nabi mengajarkan kita banyak hal, termasuk tentang sikap rendah hati dan berani jujur kepada diri.
Maka …
~ 1 ~
Jangan sungkan untuk mengakui kelebihan atau keunggulan orang lain. Kita dapat belajar dari Nabi Musa as. saat beliau tidak segan mengakui kefasihan bicara Nabi Harun, saudaranya, di hadapan Allah Ta’ala (QS Al-Qashahsh, 28:34)
Lain halnya dengan Iblis. Saat dihadapkan pada realitas bahwa ada pihak lain yang lebih unggul darinya, dia justru berkata dengan sombongnya, “Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’râf, 7:12)
~ 2 ~
Belajarlah untuk memaafkan, terlebih saat kita punya kuasa untuk membalas dendam. Kita dapat belajar dari sikap Nabi Yusuf as. yang dengan mudahnya memaafkan saudara-saudaranya yang telah pernah menzaliminya (QS Yusuf, 12:92)
قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ ٱلْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ
Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.”
~ 3 ~
Belajarlah tampil apa adanya tanpa harus menyebutkan kelebihan atau aksesoris diri. Ini pula yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as. saat memperkenalkan diri di hadapan para saudaranya. Padahal, dia bisa saja mengatakan aku adalah pembesar negeri Mesir (QS Yusuf, 12:90)
قَالُوٓا۟ أَءِنَّكَ لَأَنتَ يُوسُفُ ۖ قَالَ أَنَا۠ يُوسُفُ وَهَٰذَآ أَخِى ۖ قَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْنَآ ۖ
Mereka berkata, “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab, “Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.”
Orang mulia tidak perlu mengatakan kemuliaan atau kedudukannya di hadapan orang-orang (tanpa ada hal yang mengharuskannya). Karena, orang mulia akan tetap mulia walau dia tidak membesar-besarkan diri dengan embel-embel pangkat, jabatan, dan aneka pencapaian dunia.
~ 4 ~
Belajarlah untuk tidak mencari-cari alasan atas kesalahan yang kita lakukan atau mencari kambing hitam untuk kita korbankan. Saat terlanjur berbuat salah, jujurlah kepada diri, berani bertanggung jawab dan meminta maaf, lalu segera bertobat kepada Allah.
Di sini, kita bisa belajar kepada Nabi Adam as. dan Nabi Musa as.
Nabi Adam as. tidak sibuk menyalahkan Iblis yang telah menipunya sehingga Allah menurunkannya ke dunia. dia justru sibuk mengakui kesalahannya dan memohon ampunan-Nya (QS Al-A’râf, 7:23).
Demikian pula dengan Nabi Musa as. Setelah membunuh seorang Qibthi (Mesir) tanpa sengaja, Musa pun segera berdoa kepada Allah (QS Al-Qashash, 28:16).
Daripada sibuk mencari pembenaran, Nabi Musa as. lebih memilih untuk segera bertobat dan memohon ampunan kepada Allah. Dia sadar bahwa dirinyalah yang menyebabkan terjadinya pembunuhan.
Semoga informasi ini bermanfaat ya
Ingin berlangganan Tausiyah Harian dari Team Tasdiqul Quran?
HUBUNGI CHAT WA : 0812.2367.9144
Informasi Program Kunjungi Situs Resmi Kami :
www.dompetamal.com
www.blog.dompetamal.com no
www.news.dompetamal.com
www.tasdiqulquran.or.id