Suatu malam, Al-Ashma’i melakukan tawaf di Mekkah. Tiba-tiba dia melihat seorang pemuda memegangi kain penutup Kabah sambil bermunajat. Lama dia bermunajat dengan air mata terurai. Pemuda ini kemudian jatuh pingsan.
Al-Ashma’i segera mendekat. Ternyata, pemuda itu adalah Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Lantas Al-Ashma’i meletakkan kepala Zainal Abidin di pangkuannya, lalu mengusap mukanya. Zainal Abidin pun membuka matanya dan bertanya, “Siapakah engkau?”
“Aku Al-Ashma’i wahai Tuan. Mengapa engkau menangis padahal engkau berasal dari keluarga Rasulullah ﷺ dan sumber kerasulan? Bahkan, Allah Ta’ala telah berfirman, ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya’.” (QS Al-Ahzab, 33:33)
Zainal Abidin pun berkata, “Jauh sekali! Jauh sekali wahai Al-Ashma’i. Sesungguhnya, Allah telah menciptakan surga untuk orang yang mentaati-Nya sekalipun dia seorang budak Habsyi. Dan, Allah menciptakan neraka untuk orang yang mendurhakai-Nya sekalipun dia sayyid Quraisy yang merdeka.”
Dia kemudian membacakan surah Al-Mu’minûn, 23:101-3.
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ – فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ – وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Siapa berat timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan.
Dan siapa ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam Jahannam.”
Al-Ashma’i lalu berdiri sambil berkata, “Ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ saat berkeliling Mekkah. Kala itu beliau menyeru Fathimah, ‘Aisyah, dan pamannya Abbas:
‘… Sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian di hadapan Allah. Pada hari Kiamat manusia akan datang membawa amalnya, sementara kalian (apabila tidak beramal) hanya akan membawa nasab kalian’.” (Yuhkâ Anna)
Di sini kita sampai pada kesimpulan bahwa dunia adalah ladangnya akhirat. Dunia adalah tempat bagi seorang hamba mencari bekal kepulangan menuju Rabbnya.
Beruntunglah orang yang pulang dengan membawa banyak bekal, walau dia rakyat jelata yang dipandang sebelah mata. Dan, merugilah orang yang kembali dengan tangan hampa walau dia seorang raja yang bernasab mulia.
Maka, karena begitu pentingnya amal saleh, Abu Dzar Al-Ghiffari ra. berkata di hadapan orang-orang, “Perjalanan menuju hari Kiamat adalah perjalanan terjauh. Maka, ambillah perbekalan yang berguna untuk perjalanan kalian.”
Seseorang bertanya, “Apa perbekalan yang berguna bagi kami?”
Abu Dzar menjawab, “(1) Berhajilah untuk menghadapi perkara yang amat besar (Kiamat), (2) berpuasalah pada hari yang sangat panas demi menghadapi hari Kebangkitan, (3) shalatlah dua rakaat di kegelapan malam untuk menghadapi kejamnya alam kubur.
Lalu, (4) ucapkanlah kata-kata yang baik serta (5) tinggalkanlah kata-kata buruk untuk menyongsong hari yang besar, dan (6) bersedekahlah dengan harta kalian. Semoga dengan itu kelak kalian bisa selamat pada saat yang sulit.” (Hilyatul Auliya’, I:165).
Seorang ‘alim pun berujar, “Wahai orang yang akan dikubur dalam lubang, yang akan kesepian dalam kesendirian, yang hanya akan ditemani oleh amal perbuatannya, dengan amalmu yang manakah engkau akan merasa gembira? Dengan keadaanmu yang manakah engkau akan merasa riang?”
Dikutip dari (1) Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulullah ﷺ, Dr. Muhammad Abdul Hadi, (2) Yuhkâ Anna, Dr. Anwar Wardah, dan lainnya.
Semoga informasi ini bermanfaat ya
Ingin berlangganan Tausiyah Harian dari Team Tasdiqul Quran?
HUBUNGI CHAT WA : 0812.2367.9144
Informasi Program Kunjungi Situs Resmi Kami :
www.dompetamal.com
www.blog.dompetamal.com no
www.news.dompetamal.com
www.tasdiqulquran.or.id